PERANAN GENDER TERHADAP BISNIS
Disusun Oleh :
Nama :
Rinardo Yoshi Baskoro
Kelas :
3EA28
NPM :
19214424
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan zaman menuntut
manusia untuk lebih cerdas dan kreatif dalam segala bidang.Semakin meningkatnya
kecerdasan manusia tidak hanya menimbulkan dampak yang positif, tetapi juga
menimbulkan dampak yang negatif.Perilaku etis penting untuk diterapkan dalam
segala bidang profesi untuk menjaga ketertiban.Namun pada kenyataannya, masih
banyak terjadi pelanggaran etika yang dapat menyebabkan skandal pada profesi
tersebut. Semakin meningkatnya skandal yang terjadi di dalam suatu bidang
profesi, maka akan timbul suatu krisis yang disebut krisis etis profesional.
Dalam profesi di bidang akuntansi terdapat banyak etika dan aturan yang harus
dipatuhi oleh pihak-pihak yang ada dalam profesi tersebut.
Sikap konsumen sebagai suatu
ekspresi perasaan seseorang yang merefleksikan kesukaan atau ketidaksukaannya
terhadap suatu obyek Assael (2004) dalam Suprapti (2009), akan merubah pola
konsumsi dan kebutuhan konsumen akan produk-produk yang berkualitas dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang akan menjadikan konsumen lebih
selektif untuk memilih produk yang akan digunakan. Kegiatan pemasaran pada
intinya tidak hanya menjual sesuatu, melainkan bagaimana cara pemasar
mempengaruhi konsumennya untuk membeli. Barber (2010) menyatakan bahwa sikap
lingkungan merupakan faktor perjelas yang sangat baik tentang niat konsumen
untuk membayar lebih. Triyastiti (2013) membuktikan sikap secara signifikan
berpengaruh positif terhadap niat beli.
Jika hal
tersebut tidak dipenuhi maka dapatmenimbulkan krisis kepercayaan.Perilaku tidak
etis pada bidang profesi akuntan sudah menjadi isu hangatdi kalangan
masyarakat.Kasus-kasus yang berhubungan dengan skandalkeuangan yang terjadi
pada perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahtidak bisa lepas dari peran
profesi akuntan.Hal tersebut menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap profesi akuntan.Profesi akuntan tidak dapat terpisahkan dari kegiatan
bisnis.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut,
sebagain besar merupakan perilaku berkaitan dengan etika yang dihadapi para
pelaku bisnis, faktor penting dalam perilaku pengambilan keputusan etis adalah
faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan
dan variabel-variabel yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan
pengembangan masing-masing individu seperti ciri pembawaan sejak lahir (gender,
umur, kebangsaan) dan faktor organisasi, lingkungan kerja dan profesi (Paolillo
dan Vitell, 2002). Berkaitan dengan etika tersebut, pendidikan diharapkan tetap
memainkan peran utama dalam pengembangan professional entry level employee.
Russell dan Smith (2003) menyoroti bahwa kegagalan bisnis yang melibatkan salah
satu kantor akuntan publik global, tidak terlepas dari desain kurikulum
pendidikan tinggi yang dirasa belum mampu menyediakan materi yang cukup untuk
mempersiapkan mahasiswa sebagai calon-calon pebisnis. Clark (2003) menyatakan
bahwa masyarakat dan pandangannya mempunyai pengaruh secara langsung terhadap
perilaku etis, sedangkan para pendidik dan praktisi belum mampu mengembangkan
konsep-konsep etika yang sesuai dengan keadaan dunia bisnis yang sedang
berlangsung.
Bertens, K (2013) menyimpulkan
bahwa etika adalah nilai atau norma yang dijadikan pegangan oleh individu atau
masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya. Etika profesi khusus berlaku dalam
kelompok profesi yang bersangkutan, dimana dalam penelitian ini adalah
akuntan.Akuntan diklasifikasikan menjadi akuntan publik, akuntan perusahaan,
akuntan pemerintah dan akuntan pendidik.Tujuan profesi akuntan adalah untuk
memenuhi tanggung jawab dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai
tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik. Terdapat
empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu
kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan(Sukrisno dan I
Cenik, 2009 : 159).
Selain sikap, dorongan dan
motivasi dari orang lain juga akan mempengaruhi seseorang untuk merubah niatnya
dalam mengkonsumsi suatu produk. Persepsi ataupun pdanangan seseorang terhadap
keyakinan orang lain dapat mempengaruhi niat atau tidaknya untuk melakukan
sesuatu yang dipertimbangkan, hal tersebut dapat disebut sebagai norma
subyektif (Mada, 2005). Motivasi- motivasi serta dorongan dari orang sekitar
tentu mempengaruhi konsumen dalam penentuan keputusan pembelian akan suatu produk.
Ajzen dan Bagus Made Adi Suprapta Yasa, Peran Gender dalam Fishbein dalam
Suprapti (2010) menyatakan bahwa untuk memahami niat konsumen, seseorang juga
perlu mengukur norma subyektif yang mempengaruhi niatnya untuk bertindak.
Sependapat dengan pernyataan tersebut Sigit (2006) mampu membuktikan bahwa
norma subyektif mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli.
Namun,
belakangan beberapa akademisi dan parktisi bisnis melihat adanya hubungan
sinergis antara etika dan laba.Oleh karena itu penulis mengambil judul “PERANAAN
GENDER TERHADAP BISNIS”.
1.2
Rumusan Masalah
·
Bagaimana pengaruh gender terhadap bisnis ?
1.3
Tujuan
·
Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap bisnis.
BAB II
TELAAH LITERATUR
2.1 Pengertian Gender
Istilah
gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis
dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender
merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari
struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses sosial dan
cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan
perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing- masing (Zainuddin, 2006: 1).
Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Sedangkan Linda
L. Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan
seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What
a given society defines as masculine or feminim is a component of gender).
Gender
merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual
padamanusia.Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampakantara
laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku.Fakih (2006
: 8) mendefinisikan konsep Gender sebagai suatu sifatyang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan secara sosial maupunkultural, serta ciri dan sifat
tersebut dapat dipertukarkan. Perubahankarakteristik Gender antara laki-laki
dan perempuan dapat terjadi dari waktuke waktu, dari tempat ke tempat lain,
bahkan dari kelas ke kelas masyarakatberbeda.
Menurut
Dewi (2006), konsep Gender juga menyebabkan terbentuknya stereotip yang
ditetapkan secara budaya atau hal yang umumtentang karakteristik Gender yang
spesifik, berupa karakteristik yangberpasangan yang dapat menggambarkan
perbedaan Gender. Dapat dilihatbahwa hal itu dibentuk saling bertentangan,
tetapi karakteristiknya salingberkaitan.Sebagai contoh, laki-laki adalah mahluk
yang rasional, makaperempuan mempunyai karakteristik yang berlawanan yaitu
tidak rasionalatau emosional.
H. T. Wilson
mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan
laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya
mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Disadari bahwa isu gender merupakan isu
baru bagi masyarakat,sehingga menimbulkan berbagi tafsiran dan respons yang
tidak proposional tentang gender. Salah satu faktor yangmempengaruhinya adalah
bermacam-macamnya tafsiran tentang pengertian gender.
Elaine Showalter
menyebutkan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan
dilihat dari konstruksi sosial-budaya (Nasaruddin Umar, 2010: 30). Adapun
istilah-istilah yang berkaitan dengan gender sebagaimana yang disampaikan dalam
materi Workshop oleh Tim Gender Direktorat SMP adalah sebagai berikut:
1.
Pengarusutamaan
Gender
Pengarusutamaan
gender adalah strategi yang digunakan untukmengurangi kesenjangan antara penduduk
laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan,
serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan.
2.
Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah kesamaan
kondisi bagi laki-laki danperempuan untuk memperoleh kesempatan serta
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi,
kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:
a.
Manfaat
Manfaat
adalah kegunaan yang dapat dinikmati secaraoptimal. Keputusan yang diambil oleh
sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki
atau tidak.
b.
Kontrol
Kontrol
adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatanuntuk mengambil keputusan. Dalam
hal ini apakah pemegang jabatan sekolah sebagai pengambil keputusan didominasi
oleh gender tertentu atau tidak.
c.
Akses
Yang
dimaksud dengan aspek akses adalah peluang ataukesempatan dalam memperoleh atau
menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang
adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki
terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi
guru adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk guru perempuan
dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.
d.
Partisipasi
Aspek partisipasi merupakan
keikutsertaan atau partisipasiseseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau
dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini guru perempuan dan laki-laki apakah
memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di sekolah atau tidak.
2.2
Pengertian Bisnis
Bisnis adalah
suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen untuk
mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa inggris (business), dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks
individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan
aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan
keuntungan.Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki
oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan
kemakmuran para pemiliknya. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan
seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan
sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah,
masyarakat umum, atau serikat pekerja.Secara etimologi, bisnis berarti keadaan
dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang
menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga
penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk
pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis
yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat
merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian."
Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh
komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi "bisnis" yang
tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Dalam ekonomi
kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk
untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik
dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha,
atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan
seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan
sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah,
masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Dalam ilmu
ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada
konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata
bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk”
dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk
mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara
etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk
melkakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri
memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis
dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan
ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih
luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya “bisnis pertelevisian.”
Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh
komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi “bisnis” yang
tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
·
Jenis-Jenis :
1. Monopsoni
Monopsoni, adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan petani berpengaruh. Contohnya : hanya ada satu perusahaan yang menangani kereta api.
2. Monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”.
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap
3. Oligopoli adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi.
1. Monopsoni
Monopsoni, adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan petani berpengaruh. Contohnya : hanya ada satu perusahaan yang menangani kereta api.
2. Monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”.
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap
3. Oligopoli adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi.
4. Oligopsoni, adalah keadaan dimana dua atau
lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bisnis
Dalam
aktivitas yang dilakukan sangat dipengaruhi dari unit usaha yang
dilakukan.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas bisnis dapat
dibedakan menjadi, yaitu aspek internal dan eksternal (Sarasehan: Faktor
Pendorong dan Penghambat Perempuan Usaha, 1999).
A.
Internal
Secara
rinci faktor internal yang berpotensi mempengaruhi aktivitas bisnis meliputi:
a.
Karakter pengusaha yang mencakup:
Gaya
kepemimipnan, kepribadian, pengaruh keluarga, kualitas kepemimpinan dan jumlah
karyawan
b.
Keuangan dan aset yang mencakup:
Modal
kerja, investasi, pembayaran pelanggan, mesin/alat, bangunan dan kendaraan
c.
Kemampuan manajemen, jumlah staf, kualitas ketrampilan dan jumlah karyawan
d.
Motivasi dan komitmen untuk berubah dan berkembang
e.
Kualitas produk dan pelayanan
f.
Kepekaan pada situasi dan perkembangan di masyarakat dan dunia usaha.
B. Eksternal
Secara
rinci pun faktor eksternal yang memengaruhi aktivitas bisnis meliputi:
a.
Situasi ekonomi nasional berupa: inflasi, suku bunga perbankan, nilai kurs mata
uang, monopoli
b. Situasi sosial dan politik
nasional berupa: Pemilu, Sidang MPR, pemilihan presiden dan bencana alam
c.
Budaya masyarakat yang mendukung pekembangan wirausaha
d.
Situasi pasar berupa tingkat persaingan, perbandingan suplai dan kebutuhan dan volume
pasar.
BAB IV
KESIMPULAN
Pengaruh
gender dalam bisnis yaitu dengan cara berkomunikasi yang baik, maka seorang
individu dapat mengetahui kekurangannya, baik secara perbedaan biologis,
perbadaan gaya prilaku, karakteristik, serta pemahaman tentang bisnis. Masih banyak terjadi ketimpangan
gender yang terjadi pada perusahaan, hal ini dibuktikan dengan banyak
terjadinya ketimpangan upah antara buruh laki-laki dan buruh perempuan. Karena sering terjadi diskriminsi
dalam dunia kerja, pengusaha seolah tutup mata dan telinga tidak menerapkan
segala aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka sangat
diperlukan untuk merekonstruksi terhadap keadaan yang ada, baik. Berdasarkan
dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh positif
antara gender dalam bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Mardawati
Revita & Mimin Nur Aisyah. 2016. Pengaruh Orientasi Etis, Gender, Dan
Pengetahuan Etika Terhadap
Persepsi Mahasiswa Akuntansi Atas Perilaku Tidak Etis
Akuntan Jurnal Profita Edisi 6.
Drucker,
Peter F. 1997. Manajemen di Tengah Perubahan Besar. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar