Sabtu, 25 Maret 2017

PERANAN GENDER TERHADAP BISNIS

PERANAN GENDER TERHADAP BISNIS

Disusun Oleh      :
Nama                   : Rinardo Yoshi Baskoro
Kelas                   : 3EA28
NPM                    : 19214424



FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS GUNADARMA

JAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perkembangan zaman menuntut manusia untuk lebih cerdas dan kreatif dalam segala bidang.Semakin meningkatnya kecerdasan manusia tidak hanya menimbulkan dampak yang positif, tetapi juga menimbulkan dampak yang negatif.Perilaku etis penting untuk diterapkan dalam segala bidang profesi untuk menjaga ketertiban.Namun pada kenyataannya, masih banyak terjadi pelanggaran etika yang dapat menyebabkan skandal pada profesi tersebut. Semakin meningkatnya skandal yang terjadi di dalam suatu bidang profesi, maka akan timbul suatu krisis yang disebut krisis etis profesional. Dalam profesi di bidang akuntansi terdapat banyak etika dan aturan yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang ada dalam profesi tersebut.
Sikap konsumen sebagai suatu ekspresi perasaan seseorang yang merefleksikan kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap suatu obyek Assael (2004) dalam Suprapti (2009), akan merubah pola konsumsi dan kebutuhan konsumen akan produk-produk yang berkualitas dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang akan menjadikan konsumen lebih selektif untuk memilih produk yang akan digunakan. Kegiatan pemasaran pada intinya tidak hanya menjual sesuatu, melainkan bagaimana cara pemasar mempengaruhi konsumennya untuk membeli. Barber (2010) menyatakan bahwa sikap lingkungan merupakan faktor perjelas yang sangat baik tentang niat konsumen untuk membayar lebih. Triyastiti (2013) membuktikan sikap secara signifikan berpengaruh positif terhadap niat beli.
Jika hal tersebut tidak dipenuhi maka dapatmenimbulkan krisis kepercayaan.Perilaku tidak etis pada bidang profesi akuntan sudah menjadi isu hangatdi kalangan masyarakat.Kasus-kasus yang berhubungan dengan skandalkeuangan yang terjadi pada perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahtidak bisa lepas dari peran profesi akuntan.Hal tersebut menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan.Profesi akuntan tidak dapat terpisahkan dari kegiatan bisnis.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut, sebagain besar merupakan perilaku berkaitan dengan etika yang dihadapi para pelaku bisnis, faktor penting dalam perilaku pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan dan variabel-variabel yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan masing-masing individu seperti ciri pembawaan sejak lahir (gender, umur, kebangsaan) dan faktor organisasi, lingkungan kerja dan profesi (Paolillo dan Vitell, 2002). Berkaitan dengan etika tersebut, pendidikan diharapkan tetap memainkan peran utama dalam pengembangan professional entry level employee. Russell dan Smith (2003) menyoroti bahwa kegagalan bisnis yang melibatkan salah satu kantor akuntan publik global, tidak terlepas dari desain kurikulum pendidikan tinggi yang dirasa belum mampu menyediakan materi yang cukup untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai calon-calon pebisnis. Clark (2003) menyatakan bahwa masyarakat dan pandangannya mempunyai pengaruh secara langsung terhadap perilaku etis, sedangkan para pendidik dan praktisi belum mampu mengembangkan konsep-konsep etika yang sesuai dengan keadaan dunia bisnis yang sedang berlangsung.
Bertens, K (2013) menyimpulkan bahwa etika adalah nilai atau norma yang dijadikan pegangan oleh individu atau masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya. Etika profesi khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan, dimana dalam penelitian ini adalah akuntan.Akuntan diklasifikasikan menjadi akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik.Tujuan profesi akuntan adalah untuk memenuhi tanggung jawab dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik. Terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan(Sukrisno dan I Cenik, 2009 : 159).
Selain sikap, dorongan dan motivasi dari orang lain juga akan mempengaruhi seseorang untuk merubah niatnya dalam mengkonsumsi suatu produk. Persepsi ataupun pdanangan seseorang terhadap keyakinan orang lain dapat mempengaruhi niat atau tidaknya untuk melakukan sesuatu yang dipertimbangkan, hal tersebut dapat disebut sebagai norma subyektif (Mada, 2005). Motivasi- motivasi serta dorongan dari orang sekitar tentu mempengaruhi konsumen dalam penentuan keputusan pembelian akan suatu produk. Ajzen dan Bagus Made Adi Suprapta Yasa, Peran Gender dalam Fishbein dalam Suprapti (2010) menyatakan bahwa untuk memahami niat konsumen, seseorang juga perlu mengukur norma subyektif yang mempengaruhi niatnya untuk bertindak. Sependapat dengan pernyataan tersebut Sigit (2006) mampu membuktikan bahwa norma subyektif mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli.
Namun, belakangan beberapa akademisi dan parktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba.Oleh karena itu penulis mengambil judul “PERANAAN GENDER TERHADAP BISNIS.

1.2  Rumusan Masalah
·         Bagaimana pengaruh gender terhadap bisnis ?

1.3  Tujuan
·         Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap bisnis.


BAB II
TELAAH LITERATUR

2.1 Pengertian Gender
Istilah gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses sosial dan cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing- masing (Zainuddin, 2006: 1). Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Sedangkan Linda L. Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminim is a component of gender).
Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual padamanusia.Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampakantara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku.Fakih (2006 : 8) mendefinisikan konsep Gender sebagai suatu sifatyang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan secara sosial maupunkultural, serta ciri dan sifat tersebut dapat dipertukarkan. Perubahankarakteristik Gender antara laki-laki dan perempuan dapat terjadi dari waktuke waktu, dari tempat ke tempat lain, bahkan dari kelas ke kelas masyarakatberbeda.
Menurut Dewi (2006), konsep Gender juga menyebabkan terbentuknya stereotip yang ditetapkan secara budaya atau hal yang umumtentang karakteristik Gender yang spesifik, berupa karakteristik yangberpasangan yang dapat menggambarkan perbedaan Gender. Dapat dilihatbahwa hal itu dibentuk saling bertentangan, tetapi karakteristiknya salingberkaitan.Sebagai contoh, laki-laki adalah mahluk yang rasional, makaperempuan mempunyai karakteristik yang berlawanan yaitu tidak rasionalatau emosional.
H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Disadari bahwa isu gender merupakan isu baru bagi masyarakat,sehingga menimbulkan berbagi tafsiran dan respons yang tidak proposional tentang gender. Salah satu faktor yangmempengaruhinya adalah bermacam-macamnya tafsiran tentang pengertian gender.
Elaine Showalter menyebutkan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-budaya (Nasaruddin Umar, 2010: 30). Adapun istilah-istilah yang berkaitan dengan gender sebagaimana yang disampaikan dalam materi Workshop oleh Tim Gender Direktorat SMP adalah sebagai berikut:
1.       Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender adalah strategi yang digunakan untukmengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan.
2.      Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki danperempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:
a.       Manfaat
Manfaat adalah kegunaan yang dapat dinikmati secaraoptimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak.
b.      Kontrol
Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatanuntuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan sekolah sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gender tertentu atau tidak.
c.       Akses
Yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang ataukesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi guru adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk guru perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.
d.      Partisipasi
Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasiseseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini guru perempuan dan laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di sekolah atau tidak.
2.2     Pengertian Bisnis
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa inggris (business), dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melkakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya “bisnis pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
·         Jenis-Jenis :
1. Monopsoni
Monopsoni, adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan petani berpengaruh. Contohnya : hanya ada satu perusahaan yang menangani kereta api.

2. Monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”.
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap

3. Oligopoli adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka
 Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi.
    4. Oligopsoni, adalah keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bisnis
Dalam aktivitas yang dilakukan sangat dipengaruhi dari unit usaha yang dilakukan.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas bisnis dapat dibedakan menjadi, yaitu aspek internal dan eksternal (Sarasehan: Faktor Pendorong dan Penghambat Perempuan Usaha, 1999).
A.        Internal
Secara rinci faktor internal yang berpotensi mempengaruhi aktivitas bisnis meliputi:
a. Karakter pengusaha yang mencakup:
Gaya kepemimipnan, kepribadian, pengaruh keluarga, kualitas kepemimpinan dan jumlah karyawan
b. Keuangan dan aset yang mencakup:
Modal kerja, investasi, pembayaran pelanggan, mesin/alat, bangunan dan kendaraan
c. Kemampuan manajemen, jumlah staf, kualitas ketrampilan dan jumlah karyawan
d. Motivasi dan komitmen untuk berubah dan berkembang
e. Kualitas produk dan pelayanan
f. Kepekaan pada situasi dan perkembangan di masyarakat dan dunia usaha.
B. Eksternal
Secara rinci pun faktor eksternal yang memengaruhi aktivitas bisnis meliputi:
a. Situasi ekonomi nasional berupa: inflasi, suku bunga perbankan, nilai kurs mata uang, monopoli
b. Situasi sosial dan politik nasional berupa: Pemilu, Sidang MPR, pemilihan presiden dan bencana alam
c. Budaya masyarakat yang mendukung pekembangan wirausaha
d. Situasi pasar berupa tingkat persaingan, perbandingan suplai dan kebutuhan dan volume pasar.

BAB IV
KESIMPULAN
Pengaruh gender dalam bisnis yaitu dengan cara berkomunikasi yang baik, maka seorang individu dapat mengetahui kekurangannya, baik secara perbedaan biologis, perbadaan gaya prilaku, karakteristik, serta pemahaman tentang bisnis.  Masih banyak terjadi ketimpangan gender yang terjadi pada perusahaan, hal ini dibuktikan dengan banyak terjadinya ketimpangan upah antara buruh laki-laki dan buruh perempuan.   Karena sering terjadi diskriminsi dalam dunia kerja, pengusaha seolah tutup mata dan telinga tidak menerapkan segala aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka sangat diperlukan untuk merekonstruksi terhadap keadaan yang ada, baik. Berdasarkan dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh positif antara gender dalam bisnis.


DAFTAR PUSTAKA

Mardawati Revita & Mimin Nur Aisyah. 2016. Pengaruh Orientasi Etis, Gender, Dan
Pengetahuan Etika Terhadap Persepsi Mahasiswa Akuntansi Atas Perilaku Tidak Etis
Akuntan Jurnal Profita Edisi 6.
Drucker, Peter F. 1997. Manajemen di Tengah Perubahan Besar. Jakarta: Elex Media Komputindo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar