Sabtu, 25 Maret 2017

PERANAN GENDER TERHADAP BISNIS

PERANAN GENDER TERHADAP BISNIS

Disusun Oleh      :
Nama                   : Rinardo Yoshi Baskoro
Kelas                   : 3EA28
NPM                    : 19214424



FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS GUNADARMA

JAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perkembangan zaman menuntut manusia untuk lebih cerdas dan kreatif dalam segala bidang.Semakin meningkatnya kecerdasan manusia tidak hanya menimbulkan dampak yang positif, tetapi juga menimbulkan dampak yang negatif.Perilaku etis penting untuk diterapkan dalam segala bidang profesi untuk menjaga ketertiban.Namun pada kenyataannya, masih banyak terjadi pelanggaran etika yang dapat menyebabkan skandal pada profesi tersebut. Semakin meningkatnya skandal yang terjadi di dalam suatu bidang profesi, maka akan timbul suatu krisis yang disebut krisis etis profesional. Dalam profesi di bidang akuntansi terdapat banyak etika dan aturan yang harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang ada dalam profesi tersebut.
Sikap konsumen sebagai suatu ekspresi perasaan seseorang yang merefleksikan kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap suatu obyek Assael (2004) dalam Suprapti (2009), akan merubah pola konsumsi dan kebutuhan konsumen akan produk-produk yang berkualitas dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang akan menjadikan konsumen lebih selektif untuk memilih produk yang akan digunakan. Kegiatan pemasaran pada intinya tidak hanya menjual sesuatu, melainkan bagaimana cara pemasar mempengaruhi konsumennya untuk membeli. Barber (2010) menyatakan bahwa sikap lingkungan merupakan faktor perjelas yang sangat baik tentang niat konsumen untuk membayar lebih. Triyastiti (2013) membuktikan sikap secara signifikan berpengaruh positif terhadap niat beli.
Jika hal tersebut tidak dipenuhi maka dapatmenimbulkan krisis kepercayaan.Perilaku tidak etis pada bidang profesi akuntan sudah menjadi isu hangatdi kalangan masyarakat.Kasus-kasus yang berhubungan dengan skandalkeuangan yang terjadi pada perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahtidak bisa lepas dari peran profesi akuntan.Hal tersebut menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan.Profesi akuntan tidak dapat terpisahkan dari kegiatan bisnis.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut, sebagain besar merupakan perilaku berkaitan dengan etika yang dihadapi para pelaku bisnis, faktor penting dalam perilaku pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan dan variabel-variabel yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan masing-masing individu seperti ciri pembawaan sejak lahir (gender, umur, kebangsaan) dan faktor organisasi, lingkungan kerja dan profesi (Paolillo dan Vitell, 2002). Berkaitan dengan etika tersebut, pendidikan diharapkan tetap memainkan peran utama dalam pengembangan professional entry level employee. Russell dan Smith (2003) menyoroti bahwa kegagalan bisnis yang melibatkan salah satu kantor akuntan publik global, tidak terlepas dari desain kurikulum pendidikan tinggi yang dirasa belum mampu menyediakan materi yang cukup untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai calon-calon pebisnis. Clark (2003) menyatakan bahwa masyarakat dan pandangannya mempunyai pengaruh secara langsung terhadap perilaku etis, sedangkan para pendidik dan praktisi belum mampu mengembangkan konsep-konsep etika yang sesuai dengan keadaan dunia bisnis yang sedang berlangsung.
Bertens, K (2013) menyimpulkan bahwa etika adalah nilai atau norma yang dijadikan pegangan oleh individu atau masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya. Etika profesi khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan, dimana dalam penelitian ini adalah akuntan.Akuntan diklasifikasikan menjadi akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik.Tujuan profesi akuntan adalah untuk memenuhi tanggung jawab dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik. Terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan(Sukrisno dan I Cenik, 2009 : 159).
Selain sikap, dorongan dan motivasi dari orang lain juga akan mempengaruhi seseorang untuk merubah niatnya dalam mengkonsumsi suatu produk. Persepsi ataupun pdanangan seseorang terhadap keyakinan orang lain dapat mempengaruhi niat atau tidaknya untuk melakukan sesuatu yang dipertimbangkan, hal tersebut dapat disebut sebagai norma subyektif (Mada, 2005). Motivasi- motivasi serta dorongan dari orang sekitar tentu mempengaruhi konsumen dalam penentuan keputusan pembelian akan suatu produk. Ajzen dan Bagus Made Adi Suprapta Yasa, Peran Gender dalam Fishbein dalam Suprapti (2010) menyatakan bahwa untuk memahami niat konsumen, seseorang juga perlu mengukur norma subyektif yang mempengaruhi niatnya untuk bertindak. Sependapat dengan pernyataan tersebut Sigit (2006) mampu membuktikan bahwa norma subyektif mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli.
Namun, belakangan beberapa akademisi dan parktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba.Oleh karena itu penulis mengambil judul “PERANAAN GENDER TERHADAP BISNIS.

1.2  Rumusan Masalah
·         Bagaimana pengaruh gender terhadap bisnis ?

1.3  Tujuan
·         Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap bisnis.


BAB II
TELAAH LITERATUR

2.1 Pengertian Gender
Istilah gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses sosial dan cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing- masing (Zainuddin, 2006: 1). Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Sedangkan Linda L. Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminim is a component of gender).
Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual padamanusia.Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampakantara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku.Fakih (2006 : 8) mendefinisikan konsep Gender sebagai suatu sifatyang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan secara sosial maupunkultural, serta ciri dan sifat tersebut dapat dipertukarkan. Perubahankarakteristik Gender antara laki-laki dan perempuan dapat terjadi dari waktuke waktu, dari tempat ke tempat lain, bahkan dari kelas ke kelas masyarakatberbeda.
Menurut Dewi (2006), konsep Gender juga menyebabkan terbentuknya stereotip yang ditetapkan secara budaya atau hal yang umumtentang karakteristik Gender yang spesifik, berupa karakteristik yangberpasangan yang dapat menggambarkan perbedaan Gender. Dapat dilihatbahwa hal itu dibentuk saling bertentangan, tetapi karakteristiknya salingberkaitan.Sebagai contoh, laki-laki adalah mahluk yang rasional, makaperempuan mempunyai karakteristik yang berlawanan yaitu tidak rasionalatau emosional.
H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Disadari bahwa isu gender merupakan isu baru bagi masyarakat,sehingga menimbulkan berbagi tafsiran dan respons yang tidak proposional tentang gender. Salah satu faktor yangmempengaruhinya adalah bermacam-macamnya tafsiran tentang pengertian gender.
Elaine Showalter menyebutkan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-budaya (Nasaruddin Umar, 2010: 30). Adapun istilah-istilah yang berkaitan dengan gender sebagaimana yang disampaikan dalam materi Workshop oleh Tim Gender Direktorat SMP adalah sebagai berikut:
1.       Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender adalah strategi yang digunakan untukmengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan.
2.      Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki danperempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:
a.       Manfaat
Manfaat adalah kegunaan yang dapat dinikmati secaraoptimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak.
b.      Kontrol
Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatanuntuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan sekolah sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gender tertentu atau tidak.
c.       Akses
Yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang ataukesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi guru adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk guru perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.
d.      Partisipasi
Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasiseseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini guru perempuan dan laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di sekolah atau tidak.
2.2     Pengertian Bisnis
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa inggris (business), dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melkakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya “bisnis pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
·         Jenis-Jenis :
1. Monopsoni
Monopsoni, adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan petani berpengaruh. Contohnya : hanya ada satu perusahaan yang menangani kereta api.

2. Monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”.
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap

3. Oligopoli adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka
 Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi.
    4. Oligopsoni, adalah keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bisnis
Dalam aktivitas yang dilakukan sangat dipengaruhi dari unit usaha yang dilakukan.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas bisnis dapat dibedakan menjadi, yaitu aspek internal dan eksternal (Sarasehan: Faktor Pendorong dan Penghambat Perempuan Usaha, 1999).
A.        Internal
Secara rinci faktor internal yang berpotensi mempengaruhi aktivitas bisnis meliputi:
a. Karakter pengusaha yang mencakup:
Gaya kepemimipnan, kepribadian, pengaruh keluarga, kualitas kepemimpinan dan jumlah karyawan
b. Keuangan dan aset yang mencakup:
Modal kerja, investasi, pembayaran pelanggan, mesin/alat, bangunan dan kendaraan
c. Kemampuan manajemen, jumlah staf, kualitas ketrampilan dan jumlah karyawan
d. Motivasi dan komitmen untuk berubah dan berkembang
e. Kualitas produk dan pelayanan
f. Kepekaan pada situasi dan perkembangan di masyarakat dan dunia usaha.
B. Eksternal
Secara rinci pun faktor eksternal yang memengaruhi aktivitas bisnis meliputi:
a. Situasi ekonomi nasional berupa: inflasi, suku bunga perbankan, nilai kurs mata uang, monopoli
b. Situasi sosial dan politik nasional berupa: Pemilu, Sidang MPR, pemilihan presiden dan bencana alam
c. Budaya masyarakat yang mendukung pekembangan wirausaha
d. Situasi pasar berupa tingkat persaingan, perbandingan suplai dan kebutuhan dan volume pasar.

BAB IV
KESIMPULAN
Pengaruh gender dalam bisnis yaitu dengan cara berkomunikasi yang baik, maka seorang individu dapat mengetahui kekurangannya, baik secara perbedaan biologis, perbadaan gaya prilaku, karakteristik, serta pemahaman tentang bisnis.  Masih banyak terjadi ketimpangan gender yang terjadi pada perusahaan, hal ini dibuktikan dengan banyak terjadinya ketimpangan upah antara buruh laki-laki dan buruh perempuan.   Karena sering terjadi diskriminsi dalam dunia kerja, pengusaha seolah tutup mata dan telinga tidak menerapkan segala aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka sangat diperlukan untuk merekonstruksi terhadap keadaan yang ada, baik. Berdasarkan dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh positif antara gender dalam bisnis.


DAFTAR PUSTAKA

Mardawati Revita & Mimin Nur Aisyah. 2016. Pengaruh Orientasi Etis, Gender, Dan
Pengetahuan Etika Terhadap Persepsi Mahasiswa Akuntansi Atas Perilaku Tidak Etis
Akuntan Jurnal Profita Edisi 6.
Drucker, Peter F. 1997. Manajemen di Tengah Perubahan Besar. Jakarta: Elex Media Komputindo.


PENGARUH TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS TERHADAP PERUSAHAAN

PENGARUH TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS TERHADAP PERUSAHAAN

Disusun Oleh      :
Nama                   : Rinardo Yoshi Baskoro
Kelas                   : 3EA28
NPM                    : 19214424



FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS GUNADARMA

JAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Besar penaruh dunia bisnis terhadap denyut nadi perikehidupan masyarakat kian hari kian terasa. Kepada mereka terhampar harapan besar untuk mengenali produk ataupun jasa yang kian berkualitas dan terciptanya lapangan pekerjaan baru. Dengan kata lain kehadiran mereka mengusung obsesi berupa kehidupan dan taraf hidup baik bagi banyak orang. Semenjak keruntukan rezim Orde Baru, masyarakat semakin berani untuk berapirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya.
Dalam perkembangannya, kegiatan CSR di Indonesia lebih banyak disorot dari sudut pandang peranannya dalam upaya memasarkan citra perusahaan karena kegiatan CSR dipandang mampu mengembangkan kualitas hidup masyarakat dan memunculkan citra perusahaan yang lebih positif di mata masyarakat. Citra yang positif ini memiliki manfaat lebih jauh, yakni manfaat ekonomis bagi perusahaan. Survei yang dilakukan majalah SWA terhadap 85 responden menunjukkan bahwa alasan konsumen memilih suatu brand seringkali bukan didasarkan atas kualitas dan harga brand tersebut, tetapi justru berdasarkan brand image yang dihasilkan dari keaktifan perusahaan dalam menghadapi isu-isu sosial (Palupi, 2006). Beberapa studi di negara lain juga menunjukkan hal yang sama. Rehbein, Waddock, dan Graves (2004) mengemukakan bahwa perusahaan yang mengaplikasikan CSR akan memiliki brand image lebih positif, yakni sebagai perusahaan yang peduli terhadap kebutuhan masyarakat. Citra positif ini akan diikuti dengan peningkatan jumlah konsumsi terhadap produk perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh survei Booth-Harris Trust Monitor , yang menunjukkan mayoritas konsumen akan meninggalkan suatu produk dengan citra buruk atau pemberitaan negatif. Hasil survei Cone/Roper Executive Study juga menunjukkan hasil serupa, di mana lebih dari 50% masyarakat akan beralih konsumsi ke produk yang memiliki citra lebih positif dalam mendukung nilai-nilai positif di dalam masyarakat (Hidayati, 2006). Studi lain yang dilakukan oleh Jenkins dan Baker (2007) mengungkap bahwa investasi pada komunitas lokal di lingkungan pabrik Pfizer di Sandwich, Inggris, secara signifikan menambah reputasi eksternal perusahaan.
            Awalnya kewajiban tanggung jawab sosial perusahaandiberlakukan untuk seluruh perseroan tanpa terkecuali, namun dalam proses pengesahan Rancangan Undang Undang No 40 Tahun 2007, timbul berbagai protes dari pihak pengusaha agar kiranya tanggung jawab sosial perusahaan tidak diberlakukan secara menyeluruh. Dari perspektif hukum tanggungjawab sosial perusahaan sebenarnya tidak hanya merupakan suatu langkah untuk meminimalisir dampak suatu industri terhadap masyarakat sekitar maupun lingkungan, namun merupakan suatu bentuk kepedulian perusahaan terhadap seluruh pemegang kepentingan (stakeholders). Konsep tanggung jawab social perusahaan sendiri adalah berakar dari tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), di mana hal ini dimulai dari penerapan aspek kepatuhan atas norma-norma hukum (norm), kemudian meningkat menjadi aturan pelaksanaan (code of conduct) yang lebih menekankan etika maupun perilaku dalam kegiatan usaha, dan berkembang menjadi suatu bentuk kepedulian dari pelaku usaha dalam rangka membinahubungan yang baik dengan para pemegang kepentingan(Reksodiputro, 2006).
Tanggung jawab sosial perusahaan atau sering disebut dengan Corporate Social Responsibility (disingkat dengan CSR) lahir pada tahun 1930-an di Amerika Serikat. Pada prinsipnya CSR merupakan kegiatan yang berawal dari kesadaran perusahaan dan bersifatsukarela.Cikal bakal CSR bermula dari kegiatan perusahaan yang sering kali bersifat spontanitas dan belum terkelola dengan baik.Seiring dengan perkembangan masyarakat dan dunia usaha serta dengan adanya tuntutan masyarakat dan dunia usaha, maka CSR mulai berkembang. Perusahaan tidak lagi sekedar menjalankan kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit (keuntungan) dalam menjaga kelangsungan usahanya, melainkan juga memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat (sosial) dan lingkungannnya. Secara konseptual CSR adalah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.Dalam konsep yang luas, CSR mencakup kepatuhan perusahaan kepada Hak Asasi Manusia, Perburuhan, perlindungan konsumen dan lingkungan hidup.Sedangkan dalam pengertian yang sempit yaitu pembangunan kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan berada.
Apabila dikaitkan dengan dengan teori tanggung jawab sosial dengan aktivitas perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa tanggung jawab sosial lebih menekankan pada kepedulian perusahaan terhadap kepentingan stakeholder dalam arti luas dari pada kepedulian perusahaan terhadap kepentingan perusahaan belaka2.Dengan demikian konsep tanggung jawab sosial lebih menekankan pada tanggung jawab perusahaan atas tindakan dan kegiatan usahanya yang berdampak pada orang-orang tertentu, masyarakat dan lingkungan di mana perusahaan melakukan aktivitas usahanya sedemikian rupa, sehingga tidak berdampak negatif pada pihak tertentu dalam masyarakat.Isu tanggung jawab sosial (social corporate responsibility) adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis.Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan.Oleh karena itu berkaitan pula dengan moralitas, yaitu sebagai standar bagi individu atau sekelompok mengenai benar dan salah, baik dan buruk. Sebab etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat. Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih konfrehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. Paling kurang sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.
David C. Kohen, Profesor Sekolah Bisnis Harvard, mengatakan dalam bukunya When Corporation Rule the World yang dikutip oleh Harmanto Edy Djatmiko dalam majalah SWA edisi 19 Desember 2005 bahwa dunia bisinis selama setengah abad terakhir telah berkembang menjadi institusi paling berkuasa di planet ini. Kekuasaan pelaku bisnis yang begitu dominan tersebut mau tidak mau pasti mengandung risiko yang tidak kecil karena sepak terjang mereka terutama perusahaan yang telah meraksasa akan memberi dampak signifikan terhadap
kualitas tidak saja manusia sebagai individu dan kelompok, juga terhadap lingkungan alam di jagat raya ini. Fenomena inilah yang kemudian memunculkan wacana tentang tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR), ada yangmenyebutnya corporate citizenship, bahkan sekarang ini ada yang menyebutnya sebagai corporate philanthropy.Sepanjang yang dapat ditangkap kesan yang muncul tentang corporate social responsibility atau tanggung jawab social perusahaan selama ini adalah berupa aksi-aksi bagi sumbangan untuk kaum miskin, korban bencana alam, pemberantasan penyakit menular, dan aktivitas lainnya yang mirip dengan itu. Sepertinya pelaku bisnis melakukannya hanya sebagai kewajiban akibat tekanan pihak lain atau hanya sekedar basa-basi dan hangat-hangat tahi ayam dan apa yang dibuat itu untuk kepentingan publikasi karena ditampilkan di televisi  yang dilengkapi dengan iklan testimoni. Tampaknya praktik CSR itu ekspresi kepedulian yang sengaja "diumumkan".Jadi perusahaan melakukan CSR itu lebih banyak karena kesungkanan ataupun basa-basi.
Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Jadi, tanggung jawab sosial dan moral perusahaan di sini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat.Perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.Demikian pula, sampai tingkat tertentu, masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga profesional bagi perusahaan yang sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut.Karena itu, keterlibatan sosial merupakan balas jasa terhadap masyarakat.Dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.
Konsep Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (selanjutnya disebut CSR), telah disahkan oleh DPR tanggal 20 Juli 2007 dan diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756 Tahun 2007. Kempat ayat dalam Pasal 74 UU tersebut menetapkan kewajiban semua perusahaan dibidang sumber daya alam untuk melaksanakan Tanggung Jawab sosial dan lingkungan.CSR secara umum merupakan konstribusi menyelruh dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatannya.Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar diberbagai tempat dan waktu muncul kepermukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memeprhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.Banyak peusahaan telah diprotes, dicabut izin operasionalnya, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi perusahaan karena melakukan kerusakan lingkungan, dimana Perusahaan hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan.
CSR pada dasarnya harus lebih ditujuan pada bagaimana seharusnya perusahaan berperilaku terhadap stakeholder mereka seperti antara lain pekerja, konsumen, masyarakat luas bahkan generasi mendatang dibandingkan dengan apa yang disumbangkan perusahaan secara langsung. Dengan kata lain, besar kecilnya sumbangan bukan masalah utama CSR.Corporate Social Responsibility (CSR) secara sederhana dapat diartikan bagaimana sebuah perusahaan mengelola proses usaha yang dijalankan untuk menghasilkan pengaruh positif di masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah memberi timbal balik usaha terhadap masyarakat.Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas.Dengan demikian, Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antara stakeholders (pihak-pihak lain yang berkepentingan). Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya komunitas, juga komunitas setempat (lokal).
Dalam perkembangannya, kegiatan CSR di Indonesia lebih banyak disorot dari sudut pandang peranannya dalam upaya memasarkan citra perusahaan karena kegiatan CSR dipandang mampu mengembangkan kualitas hidup masyarakat dan memunculkan citra perusahaan yang lebih positif di mata masyarakat.Citra yang positif ini memiliki manfaat lebih jauh, yakni manfaat ekonomis bagi perusahaan.Survei yang dilakukan majalah SWA terhadap 85 responden menunjukkan bahwa alasan konsumen memilih suatu brand seringkali bukan didasarkan atas kualitas dan harga brand tersebut, tetapi justru berdasarkan brand image yang dihasilkan dari keaktifan perusahaan dalam menghadapi isu-isu sosial (Palupi, 2006). Beberapa studi di negara lain juga menunjukkan hal yang sama. Rehbein, Waddock, dan Graves (2004) mengemukakan bahwa perusahaan yang mengaplikasikan CSR akan memiliki brand image lebih positif, yakni sebagai perusahaan yang peduli terhadap kebutuhan masyarakat. Citra positif ini akan diikuti dengan peningkatan jumlah konsumsi terhadap produk perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh survei Booth-Harris Trust Monitor , yang menunjukkan mayoritas konsumen akan meninggalkan suatu produk dengan citra buruk atau pemberitaan negatif. Hasil survei Cone/Roper Executive Study juga menunjukkan hasil serupa, di mana lebih dari 50% masyarakat akan beralih konsumsi ke produk yang memiliki citra lebih positif dalam mendukung nilai-nilai positif di dalam masyarakat (Hidayati, 2006). Studi lain yang dilakukan oleh Jenkins dan Baker (2007) mengungkap bahwa investasi pada komunitas lokal di lingkungan pabrik Pfizer di Sandwich, Inggris, secara signifikan menambah reputasi eksternal perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka penulisan ini bermaksud untuk membahas tentangPENGARUH TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS TERHADAP PERUSAHAAN”.

1.2    Rumusan Masalah
Dalam hal ini berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa saja pehaman tentang CSR ?
2.      Bagaimanakah peranan perusahaan terhadap CSR ?


1.3    Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pehaman tentang CSR.
2.      Untuk mengetahui peranan perusahaan terhadap CSR.

BAB II
TELAAH LITERATUR
2.1           Pengertian CSR
Corporate Social Responsibility(CSR) merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersaman dengan peningkatan taraf hidup pekerja beserta keluarganya (Wibisono, 2007, h.7). Terdapat beberapa definisi lain mengenai CSR sebagaimana dipaparkan oleh Christine A Hemingway& Patrick W Maclagan dalam Journal of Business Ethics (2004, h. 33-44).
a)      Corporate Social Responsibility requires companies to acknowledge that they should be publicy accountable not only for their financial performance but also for their social and environmental record. More widely, CSR encompasses the extent to which companies should promote human rights, democracy, community improvement and sustainable development objectives throught the world. (The Confederation of British Industry)
b)       Identifies four components that need to be present in order for a business to claim it is socially responsible; economic, legal, ethical, philatrophic responsibilities (Caroll)
c)      Corporate social responsibility refers to managements inligation to set policies, make decisions and follow courses of action beyond the requirements of the law that desirable in terms of the values and objectives of society (Moseley)
d)      Corporate social responsibility may be viewed as a process in which managers take responsibility for identifying and accomodating the interest of those affected by the organizations actions (Maclagan)
Socially responsible actions by a corporation are actions that; when judged by society in the future, are seen to have been of maximum help in providing necesssary amounts of desired goods and services at minimum financial and social cost, distributed as equability as possible (Farmer).

2.2              Manfaat CSR
2.2.1 Manfaat CSR bagi Perusahaan
Berikut ini adalah manfaat CSR bagi perusahaan:
1.                     Meningkatkan citra perusahaan.
2.                     Mengembangkan kerja sama dengan perusahaan lain.
3.                     Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakat.
4.                     Membedakan perusahan tersebut dengan para pesaingnya.
5.                     Memberikan inovasi bagi perusahaan.

2.3            Bidang-bidang Corporate Social Responsibility (CSR)
Para pelaku bisnis atau dunia bisnis dapat menerapkan tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak yang berkepentingan atau stakeholder organisasi, lingkungan alam, dan kesejahteraan sosial. Memang harus diakui bahwa beberapa organisasi usaha mengetahui tanggung jawab mereka di ketiga bidang tersebut dan berusaha dengan serius untuk mencapainya, sedangkan yang lain menekankan hanya pada satu atau dua bidang. Di samping itu, tidak sedikit yang sama sekali tidak tahu dan tak mau menanggapi tanggung jawab sosial tersebut.

·         Kesejahteraan Sosial Umum
Semua organisasi pada hakikatnya merupakan sistem terbuka yang bergantung pada lingkungannya. Karena ketergantungan itu, maka setiap organisasi perlu memperhatikan pandangan dan harapan masyarakat. Semua organisasi harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. lni berlaku pula untuk perusahaan. Tanggung jawab sosial telah menjadi isu yang penting karena masyarakat semakin besar asanya terhadap organisasi/perusahaan.Beberapa orang percaya bahwa untuk memperlakukan stakeholder dan lingkungan dengan penuh tanggung jawab, organisasi bisnis juga harus mendorong kesejahteraan umum masyarakat. Kemiskinan global dan pengakuan terhadap HAM adalah kegiatan yang sekarang sering diusung oleh perusahaan, terutama yang besar-besar terkait dengan tanggung jawab social terhadap kesejahteraan sosial umum.
·         Stakeholder Organisasi
Stakeholder organisasi adalah orang dan institusi yang dipengaruhi langsung oleh praktik organisasi tertentu dan memiliki kepentingan terhadap kinerja organisasi itu. Sebagian besar pelaku bisnis yang berjuang untuk bertanggung jawab terhadap stakeholder berkonsentrasi dan berfokus pada tiap komponen, yakni pelanggan, pegawai, dan investor. Barulah kemudian memilih stakeholder lain yang terkait atau penting bagi organisasi dan berusaha untuk mengenali kebutuhan dan asa mereka. Organisasi atau perusahaan yang bertanggung jawab sosial terhadap pelanggan, berusaha (1) memperlakukan mereka secara adil, jujur, danbermartabat; (2) menawarkan produk yang bemutu dengan jaminan harga yang sesuai, aman terhadap kesehatan, dan keamanan mereka; (3) menghormati integritas dan kebudayaan mereka. Toyota, Dell Computer, Daimler, Chysler, dan Volkswagen adalah deretan perusahaan yang telah membangun reputasi luar biasa di bidang ini. Organisasi/perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial terhadap pegawai yang merupakan aset yang amat berharga ini diwujudkan, antara lain dengan memperlakukan mereka secara adil (tidak diskriminatif), terbuka, bermartabat, tulus, menjadikan mereka sebagai bagian dari tim serta menghargai kebebasan dan kebutuhan dasar mereka, melindungi dari kecelakaan, gangguan kesehatan di tempat kerja. Di samping itu, juga mendorong dan membantu para pegawai untuk mengembangkan skill dan pengetahuan yang relevan dan dapat dipakai di tempat lain. Peka terhadap problem penggangguran yang serius dan bekerja sama dengan pemerintah, kelompok pekerja, lembaga lain dalam mengatasi masalah kehilangan pekerjaan ini. Dalam skala internasional pelaku bisnis seperti 3 M, Hoescht AG, Honda mempunyai reputasi yang tidak meragukan dalam soal ini. Bahkan, mereka telah melangkah lebih jauh lewat manuver elegan, yaitu menemukan, mengangkat, melatih, dan mempromosikan golongan minoritas. Untuk mengawal sikap tanggung jawab terhadap investor dilakukan melalui penerapan prosedur akuntansi yang benar, memberikan informasi yang cukup bagi pemegang saham tentang kondisi keuangan perusahaan, mengelola organisasi untuk mempratiksi hak pemegang saham dan investasi. Selain itu, menghindarkan diri dari aktivitas-aktivitas yang sensitif, seperti insider trading, manipulasi harga saham, atau dengan sengaja menahan data keuangan.

·         Lingkungan Alam
Bidang kedua yang tak kalah penting dalam tanggung jawab sosial adalah berkaitan dengan lingkungan alam. Beroperasinya suatu perusahaan apalagi yang sudah menggurita di berbagai sektor pasti akan memberi dampak terhadap lingkungan alam, terutama dampak negatifnya. Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan alam ini diwujudkan dalam bentukkepedulian terhadap masa depan bumi. Kepedulian ini bukantah cerminan kepentingan green consumerism semata-mata yang membela keamanan dan kenyamanan konsumen masa kini, tetapi untuk kepentingan generasi mendatang sebagai stakeholder atau moral patien. Sehubungan dengan itu, ketika beroperasi perusahaan harus sedapat mungkin menghindarkan diri dari kegiatan mencemari lingkungan (pollution) atau pengurasan sumber daya alam. Perusahaan secara terus menerus mengembangkan metode alternatif, baik dalam menangani kotoran, limbah berbahaya, maupun sampah biasa Anglo American adalah salah satu contoh perusahaan yang memberi atensi bagaimana suatu organisasi bisnis wajib mengelola dampak organisasi pada lingkungan alam. Raksasa perusahaan pertambangan Afrika Selatan ini saat membentuk usaha patungan dengan pemerintah Zambia untuk mengembangkan cadangan tembaga telah memakai konsep mengembalikan tanah yang telah dieksploitasi ke keadaan aslinya.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pemahaman Tentang CSR
Prinsip keberlanjutan menge depankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan ketiga elemen di atas saling berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masingmasingstakeholder agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para stakeholder diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR akan di emban secara bersama.
Gerakan CSR modern yang berkembang pesat selama duapuluh tahun terakhir ini lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku korporasi, demi maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan cara-cara yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa raksasa korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat kampanye dalam skala global tersebut.
CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggungjawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di 4/36 berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for Standardization)sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada pemahaman umum bahwa SR adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi. Pemahaman tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu “Rio Earth Summit on the Environment” tahun 1992 dan “World Summit on Sustainable Development (WSSD)” tahun 2002 yang diselenggarakan di Afrika Selatan.
Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO meminta ISO on Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan penyusunan standar Corporate Social Responsibility. Selanjutnya badan ISO tersebut mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan “Strategic Advisory Group on Social Responsibility pada tahun 2002. Pada bulan Juni 2004 diadakan pre-conference dan conference bagi negaranegara berkembang, selanjutnya di tahun 2004 bulan Oktober, New York Item Proposal atau NWIP diedarkan kepada seluruh negara anggota, kemudian dilakukan voting pada bulan Januari 2005, dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak. Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari CSR atau Corporate Social Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility saja. Perubahanini, menurut komite bayangan dari Indonesia, disebabkan karena pedoman ISO 26000diperuntukan bukan hanya bagi korporasi tetapi bagi semua bentuk organisasi, baik swasta maupun publik.
Hingga dekade 1980-90 an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumidi Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya makin menggurita. Tekanan KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terus hidup bukanlah perusahaan yang hanya mencetak keuntungan semata.Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan.
3.2 Penerapan CSR di Indonesia
Program yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung
jawab sosial di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.
b. Strategi defensif
Usaha yang dilakukan perusahaan guna menangkis anggapan negatif komunitas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan, dan biasanya untuk melawan ‘serangan’ negatif dari anggapan komunitas. Usaha CSR yang dilakukan adalah untuk merubah anggapan yang berkembang sebelumnya dengan menggantinya dengan yang baru yang bersifat positif.
c. Kegiatan yang berasal dari visi perusahaan
Melakukan program untuk kebutuhan komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri. Program pengembangan masyarakat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
a. Community Relation
Yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan.
b. Community Services
Merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Inti dari kategori ini adalah memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut.
c. Community Empowering
Adalah program-program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya, seperti pembentukan usaha industri kecil lainnya yang secara alami anggota masyarakat sudahmempunyai pranata pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Dalam kategori ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas. Dari sisi masyarakat, praktik CSR yang baikakan meningkatkan nilai-tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerja sama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya.
Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering diterapkandi Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluangpeluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat. Kepedulian kepada masyarakat sekitar komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, dimana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibatnya terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal. Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya.
Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat.
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme.
Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau
bahkan menghindari konflik sosial.


BAB IV
KESIMPULAN
Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Dari pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bawha pentingnya tanggunga jawab perusahaan terhadap kehidupan sosial.


DAFTAR PUSTAKA
Jena, Yeremias. Memperkuat Tanggung Jawab Moral Sendiri. 2014. RESPONS
Volume 19 Nomor 1 : Jakarta.
Churiyah,Madziatul,Juli 2011,”Pengaruh Konflik Peran, Kelelahan Emosional terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi”,Vol.16,No.2

Gustina 2008, “Etika Bisnis Suatu Kajian Nilai Dan Moral Dalam Bisnis” Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Vol.3 No.2